Eling Bening (sumber : Dody) |
Kabupaten Semarang mempunyai banyak destinasi wisata baik wisata alam maupun wisata modern. Salah satu destinasi yang cukup terkenal di Kabupaten Semarang saat ini adalah kompleks wisata Eling Bening. Eling Bening berlokasi di perbukitan Ngrawan atau lebih tepatnya di Jl. Sarjono, Bawen, Kec. Bawen, Kabupaten Semarang.
Eling Bening merupakan sebuah resort yang menawarkan wisata alam dengan pemandangan Rawa Pening, dan tiga gunung membentang yaitu Gunung Merbabu, Gunung Andong dan Gunung Telomoyo. Eling Bening baru diresmikan sekitar tahun 2015 dan telah mengalamai perkembangan serta renovasi di beberapa tahun terakhir untuk memberikan kenyamanan dan kelengkapan fasilitas bagi para pengunjung.
TIKET MASUK
Tiket Masuk ke kawasan wisata Eling Bening adalah Rp.30.000 pada hari biasa dan Rp 35.000 pada hari sabtu-minggu dan hari libur nasional. Untuk masuk ke area kolam renang ada tiket tersendiri yaitu sebesar Rp 20.000.
JAM BUKA
Kawasan wisata Eling Bening dibuka setiap hari mulai pukul 07.00 - 20.00 WIB. Biasanya kawasan wisata Eling Bening akan penuh pengunjung pada hari-hari libur sehingga ada baiknya kita mempersiapkan kemungkinan keramaian pada hari libur. Saat terbaik menikmati pemandangan di Eling Bening adalah saat sore hari dimana matahari sudah tidak terlalu terik dan kita bisa menikmati pemandangan matahari terbenam yang mempesona.
Dari Eling Bening kita bisa melihat hamparan Rawa Pening yang indah berpadu dengan keindahanan langit biru dan siluet pegunungan. Rawa Pening sendiri untuk masyarakat Jawa Tengah mempunyai asal-usul atau legenda yang menarik.
SEJARAH RAWA PENING
Rawa Pening dan Deretan Pegunungan (sumber:dok pribadi) |
Rawa Pening adalah sebuah danau dengan luas sekitar 2.670 hektar yang lokasinya masuk dalam empat kecamatan yaitu Kecamatan Ambarawa, Bawen Tuntang dan Banyubiru.
Rawa Pening terdiri dari dua suku kata yang berasal dari bahasa Jawa yaitu "rawa" yang artinya "danau" dan "pening" dari kata "wening" yang berarti hening, tenang, damai.
Legenda Rawa Pening menceritakan tentang kisah sepasang suami istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta yang tinggal di Desa Ngasem, sebuah lembah antara Gunung Merbabu dan Telomoyo.
Ki Hajar dan Nyai Selakanta sudah lama menikah, namun mereka tidak kunjung diberikan keturunan. Akhirnya Ki Hajar meminta izin pada istrinya untuk pergi ke gua untuk bertapa, dan Nyai Selakanta pun menyetujuinya.
Hingga suatu hari, Nyai Selakanta merasakan mual yang sangat hebat. Siang dan malam ia selalu merasa pusing dan mual tak henti-henti. Hingga akhirnya Nyai Selakanta menyadari bahwa ia sedang mengandung. Nyai Selakanta sangat gembira dengan keajaiban tersebut.
Hari demi hari , Nyai Selakanta merasa perutnya semakin besar, dan tibalah saat untuk melahirkan. Namun pada saat melahirkan terkejutlah Nyai Selakanta karena ternyata ia melahirkan seekor bayi naga.
Akhirnya bayi naga tersebut oleh Nyai Selakanta diberi nama Baru Klinthing yang diambil dari nama tombak suaminya, Ki Hajar. Kata 'Baru' berasal dari kata bra yang artinya keturunan Brahmana, yaitu seorang resi yang kedudukannya lebih tinggi dari pendeta. Sementara kata 'Klinthing' yang berarti lonceng.
Meski berwujud naga, Baru Klinthing dapat berbicara seperti manusia. Nyai Selakanta merawat Baru Klinthing secara sembunyi-sembunyi agar terhindar dari warga yang akan mengejek anaknya karena mempunyai fisik yang tidak sempurna.
Ketika Baru Klinthing beranjak remaja, ia pun bertanya tentang ayahnya. Nyai Selakanta akhirnya mengutus Baru Klinthing ke Gunung Telomoyo untuk menyusul ayahnya. Nyai Selakanta menitipkan pusaka tombak milik Ki Hajar kepada Baru Klinthing untuk diberikan pada ayahnya.
Sesampainya di Gunung Telomoyo, Baru Klinthing melihat seorang laki-laki sedang duduk bertapa. Kemudian, ia menyampiri sosok laki-laki tersebut yang diduga sebagai ayahnya. Baru Klinthing kemudian menjelaskan siapa dirinya kepada Ki Hajar. Awalnya, Ki Hajar tidak percaya jika dirinya memiliki anak berwujud seekor naga namun ketika Baru Klinthing menunjukkan pusaka tombak kepadanya, Ki Hajar pun mulai sedikit percaya kepada Baru Klinthing.
Ki Hajar kemudian meminta pada Baru Klinthing untuk bertapa di bukit Tugur, guna merubah wujud aslinya dari manusia naga ke manusia seutuhnya. Baru Klinthing pun menuruti perintah ayahnya tersebut.
Ketika Baru Klinthing sedang bertapa, datang rombongan warga desa dari Desa Pathok yang tengah berburu berbagai binatang untuk jamuan pesta. Desa Pathok adalah sebuah desa yang sangat makmur namun penduduk desa itu dikenal sangat angkuh.
Secara tidak sengaja penduduk Desa Pathok melihat Baru Klinthing yanng sedang bertapa. Kemudian Baru Klinthing ditangkap, dan dagingnya dijadikan santapan pesta di Desa Pathok.
Saat pesta berlangsung, tiba-tiba datanglah seorang anak yang lusuh dan penuh dengan luka, yang tak lain adalah jelmaan dari Baru Klinthing. Ia meminta makanan pada warga setempat, tetapi tak satupun warga yang menghiraukannya.
Baru Klinthing pun diusir dari Desa Pathok. Saat perjalanan, tak sengaja ia bertemu seorang janda tua yang baik hati bernama Nyi Latung. Nyi Latung kemudian mengajak Baru Klinthing untuk ke rumahnya dan menikmati beragam santapan yang nikmat.
Baru Klinthing berencana membalas tindakan dari masyarakat Desa Pathok yang angkuh tersebut. Baru Klinthing meminta Nyi Latung untuk menyediakan alat penumbuk padi atau lesung jika ia mendengar suara dentuman yang sangat keras. Nyi Latung pun menuruti perintah Baru Klinthing.
Karena tidak ada satupun warga yang mampu mencabut lidi tersebut, akhirnya Baru Klinthing mencabutnya dan seketika air bah muncul dari dalam tanah hingga menenggelamkan Desa Pathok beserta seisinya. Air bah yang keluar kemudian melebar dan membentuk suatu kubangan menyerupai rawa.
Perintah yang diminta oleh Baru Klinthing kepada Nyi Latung rupanya untuk menyelamatkan janda tua tersebut dari air bah dengan menjadikan lesung menjadi sebuah perahu.
Baru Klinthing kemudian mengubah wujudnya kembali menjadi seekor naga. Ia mendedikasikan dirinya untuk menjaga rawa tersebut. Rawa tersebut sekarang dikenal dengan nama Rawa Pening dengan hamparan air yang luas.
FASILITAS ELING BENING
Eling Beling merupakan salah satu tempat wisata kekinian yang mempunyai banyak fasilitas pendukung. Salah satu fasilitas di Eling Bening yang terinspirasi oleh cerita Baru Klinthing adalah sebuah spot foto yang berbentuk Perahu Naga. Kita bisa berfoto di atas Perahu Naga dengan latar belakang Rawa Pening yang indah.
Perahu Naga (sumber:kompas) |
Selain Perahu Naga terdapat juga fasilitas pendukung lainnya, diantaranya adalah :
- Rumah Jerami dan Taman Bunga sebagai spot foto yang instagrammable
- Infinity Pool yang merupakan kolam renang outdoor yang sangat luas dengan latar belakang pemandangan alam
- Area Outbond untuk anak-anak seperti flying fox, memanah dan hill tracking
- Playground yang luas untuk tempat bermain anak-anak dan sering dimanfaatkan untuk acara gathering komunitas tertentu.
- Garden Resto yang menawarkan berbagai menu makanan dan minuman yang menjadi cirikhas Eling Bening.
Infinity Pool (sumber:dok pribadi) |
Rumah Jerami (sumber:Domu) |
Karena lokasinya yang mempunyai latar belakang alam yang indah, Kawasan Eling Bening sering dimanfaatkan sebagai salah satu lokasi foto prewedding ataupun acara pernikahan dengan konsep outdoor.
Selain berbagai fasilitas yang disediakan, Eling Bening juga dekat dengan beberapa tempat wisata lainnya seperti Museum Palagan Ambarawa, Museum Kereta Api Abarawa serta Kampung Rawa.
Berkunjung ke Eling Bening pastinya akan memberikan kenangan dan kesan yang indah kepada pengunjung. Didukung dengan fasilitas yang diberikan dan banyaknya tempat wisata disekitarnya menjadikan Eling Bening salah satu tempat wisata yang tidak boleh dilewatkan.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pesona Wisata Kabupaten Semarang .
Posting Komentar